Internet saat ini sudah menjadi bagian yang tak terlepaskan dari kehidupan banyak orang sehari-hari. Banyak sekali bentuk media yang tertampung dalam dunia yang sudah seperti rimba raya ini. Ada website dan blog pribadi serta situs milik instansi dan organisasi. Ada portal semacam Yahoo dan MSN yang menjaring berbagai materi dan menyediakan aneka layanan terpilih, termasuk layanan e-mail dan penampilan berita-berita terkini. Ada forum, e-converence, dan mailing list yang mewadahi aktivitas-aktivitas diskusi dan mempercepat kegiatan konsultasi. Ada juga mesin pencari semisal Google dan Ask Jeeves yang membuat pengembaraan keliling dunia dapat tuntas hanya di depan komputer mini dengan kecermatan yang cukup teliti. Dan ada pula fasilitas messenger serta jejaring sosial (bertajuk Friendster, Facebook, Twitter, dsb.) yang melancarkan proses komunikasi, mempermudah promosi diri, serta memperkencang kontak antar relasi.
Dunia internet sering disebut "dunia maya", namun sumber dan pengguna serta sasarannya adalah manusia-manusia nyata para penghuni alam yang sebenarnya. Pada rimba yang penuh dengan aneka rupa ekspresi manusia ini kita menemukan beberapa fasilitas yang berguna dan materi-materi yang berharga. Namun dalam rimba yang sama, kita juga terhadang oleh sarana-sarana dan materi-materi yang separonya tidak punya arti apa-apa dan separonya lagi adalah racun serta sampah-sampah yang justru berbahaya.
Senin, 19 April 2010
Tiga Langkah Signifikan dalam Membangun Konstruk Pemikiran
PENGUASAAN REFERENSI, KONSEP, DAN ETIKA
Tiga Langkah Signifikan dalam Membangun Konstruk Pemikiran
“Berapa ayat Al-Quran dan hadits Nabi yang sudah Anda hafal?”
“Berapa banyak data sejarah dan informasi penting yang sudah Anda telaah?”
“Seberapa kuat Anda menguasai metode keilmuan yang menjadi spesialisasi Anda?”
“Secanggih apa Anda bisa menerapkan konsep-konsep keilmuan itu secara aplikatif?”
Ini contoh pertanyaan-pertanyaan ringan yang sejujurnya sangat berat untuk kita jawab secara jujur. Apalagi dua pertanyaan berikut ini:
“Berapa banyak poin ilmu yang sudah Anda amalkan secara nyata?”
“Sudahkah amal-amal itu Anda ikhlaskan semata untuk mengabdi kepada Allah?”
Para mahasiswa, serta kalangan akademik maupun penuntut dan pegiat keilmuan umumnya, sering ditimpa oleh dua kemiskinan dalam bidang ilmu, yaitu kemiskinan materi dan kemiskinan metodologi. Tidak ketinggalan para mahasiswa penuntut ilmu-ilmu keislaman seperti saya.
Tiga Langkah Signifikan dalam Membangun Konstruk Pemikiran
“Berapa ayat Al-Quran dan hadits Nabi yang sudah Anda hafal?”
“Berapa banyak data sejarah dan informasi penting yang sudah Anda telaah?”
“Seberapa kuat Anda menguasai metode keilmuan yang menjadi spesialisasi Anda?”
“Secanggih apa Anda bisa menerapkan konsep-konsep keilmuan itu secara aplikatif?”
Ini contoh pertanyaan-pertanyaan ringan yang sejujurnya sangat berat untuk kita jawab secara jujur. Apalagi dua pertanyaan berikut ini:
“Berapa banyak poin ilmu yang sudah Anda amalkan secara nyata?”
“Sudahkah amal-amal itu Anda ikhlaskan semata untuk mengabdi kepada Allah?”
Para mahasiswa, serta kalangan akademik maupun penuntut dan pegiat keilmuan umumnya, sering ditimpa oleh dua kemiskinan dalam bidang ilmu, yaitu kemiskinan materi dan kemiskinan metodologi. Tidak ketinggalan para mahasiswa penuntut ilmu-ilmu keislaman seperti saya.
Barangkali
Seorang lelaki tua duduk bersama anaknya yang berusia 25 tahun di sebuah kereta api yang sedang berjalan kencang. Nampak keceriaan dan kecemerlangan pada wajah pemuda yang duduk persis di samping jendela bersama ayahnya itu.
Sang pemuda mulai mengeluarkan tangannya melalui jendela dan menggerak-gerakkannya seraya tersenyum merasakan segarnya udara di luar sambil berseru, "Ayah, lihatlah! Semua pohon-pohon itu berlarian membelakangi kita!" Sang ayah pun tersenyum mengiringi kebahagiaan anaknya.
Di samping mereka, duduk sepasang suami-istri yang tengah memperhatikan pembicaraan sang pemuda bersama ayahnya. Mereka nampak terganggu dan tidak nyaman. Bagaimana mungkin seorang pemuda yang sudah berusia 25 tahun itu bertingkah seperti anak kecil!
Sang pemuda mulai mengeluarkan tangannya melalui jendela dan menggerak-gerakkannya seraya tersenyum merasakan segarnya udara di luar sambil berseru, "Ayah, lihatlah! Semua pohon-pohon itu berlarian membelakangi kita!" Sang ayah pun tersenyum mengiringi kebahagiaan anaknya.
Di samping mereka, duduk sepasang suami-istri yang tengah memperhatikan pembicaraan sang pemuda bersama ayahnya. Mereka nampak terganggu dan tidak nyaman. Bagaimana mungkin seorang pemuda yang sudah berusia 25 tahun itu bertingkah seperti anak kecil!
Label:
baik sangka,
barangkali,
buruk sangka,
buta,
hikmah,
kisah
Langganan:
Postingan (Atom)